Perkembangan
era globalisasi yang nampak begitu cepat turut mempengaruhi kehidupan bangsa
indonesia. Tak mau ketinggalan, segala kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni yang ada dan baru senantiasa berusaha diikuti oleh bangsa Indonesia.
Keinginan kita untuk selalu maju agaknya tak sedikit berdampak dan membawa
pengaruh bagi bangsa ini. Baik itu berupa dampak positif maupun negatif.
Dinamisme zaman yang terjadi saat
ini, memudahkan manusia dalam menjalankan kehidupannya. Namun, berbagai tawuran
antarpelajar, genk motor, pergaulan
bebas, penggunaan narkotika dan obat terlarang saat ini merupakan hal yang
biasa dan sering didengar oleh telinga kita. Indonesia menangis. Degradasi moral
terjadi hampir di semua kalangan, di masyarakat. Termasuk pula dari jenjang
pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Sebenarnya apakah yang salah? Sistem
pendidikankah? Peran aparat pemerintahkah? Atau yang lain? Hal ini tentu patut
menjadi PR untuk kita semua.
Akan
tetapi, apapun upaya yang ingin dirancang dan diimplementasikan oleh para
pemangku kepentingan, instansi pendidikan, sekolah-sekolah dalam rangka
mendidik bangsa ini entah itu melalui pendidikan karakter atau yang lainnya,
pada dasarnya yang perlu diperhatikan kembali adalah efektifitasnya dalam
mengemban amanah untuk mendidik putra-putri bangsa secara komprehensif dan
humanis sehingga benar-benar menjadikan para peserta didik yang tidak hanya
cakap secara intelektual tetapi anggun dalam moral.
Secara
kuantitas jika melihat orang-orang Indonesia yang dapat mengenyam dunia
pendidikan tentunya cukup banyak, terlepas dari apakah mereka bisa menuntaskan
wajib belajar sembilan tahun atau lebih, bahkan sampai ke jenjang perguruan
tinggi misalnya. Akan tetapi ironisnya segala problematika moral yang tersebut
diatas bukankah tidak lepas dari tingkah laku orang yang pernah mengenyam dunia
pendidikan, dan lebih miris lagi jika di dalam dunia pendidikan terciderai oleh
insan-insan akademik sendiri.
Degradasi moral dapat terjadi karena
suatu bangsa kehilangan jati dirinya. Mereka tidak dapat mempertahankan apa
yang menjadi identitasnya selama ini. Mereka terlalu terlena dan kurang dapat
menyaring budaya yang masuk ke Indonesia. Padahal sebenarnya, bangsa ini
memiliki Pancasila. Pancasila merupakan karakteristik yang kini mulai luntur
kesadaran untuk menghayatinya. Mulai dari sila pertama hingga ke- lima,
semuanya mencakup berbagai lini kehidupan yang dijalani manusia. Oleh karena
itu, sudah seharusnyalah kita perlu meneguhkan kembali jati diri bangsa ini,
Pancasila.
John
F Kennedy mengatakan, “ Bila ada sesuatu yang salah pada sistem disuatu Negara,
maka lihatlah apa yang salah pada pendidikannya.” Mengingat maju atau mundurnya
suatu bangsa salah satu faktor utamanya adalah pada pendidikannya, maka
seberapa besar peran sentral dunia pendidikan dalam mencetak sumber daya
manusia yang berkarakter akan ikut menjadi determinan dalam memajukan suatu
bangsa. Dan disinilah dunia pendidikan sangat memegang peranan yang strategis.
Tentunya dengan cara mengaktualisasi implementasi dari Pancasila dalam berbagai
basis pendidikan yang ada agar lebih optimal dalam menjalankan fungsi
pendidikan dan pengajarannya.
Aktualisasi Pancasila harus mulai
digaungkan mulai dari berbagai lingkungan pendidikan. Baik itu di keluarga
sebagi pendidikan informal, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, maupun
dalam masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal. Kesemua ranah
pendidikan tersebut harus melekat dengan nilai- nilai Pancasila.
Pertama, dalam lembaga pendidikan informal
seperti keluarga. Keluarga merupakan jenjang pendidikan yang pertama dan utama
bagi anak. Ini berarti, bagaimana karakter anak berkembang nantinya bergantung
dari pola asuh yang diterapkan di rumah. Apakah pola asuh permisif yang memberi
kebebasan pada anak, pola asuh otoriter yang mewajibkan anak untuk selalu
patuh, atau pola asuh autoritatif yang artinya antara orangtua dan anak saling
mengerti tanggungjawab, hak dan kewajiban masing-masing. Selanjutnya untuk
menanamkan moral yang baik pada anak, orang tua juga harus memiliki karakter
yang tentu saja lebih baik terlebih dahulu. Dengan begitu orangtua seakan
menjadi teladan atau row model
bagi anak dalam bertindak sehingga anak
senantiasa berhati-hati dalam bertingkah laku.
Kedua, dalam ranah lembaga
pendidikan formal atau sekolah, peran seorang guru sangat urgen dalam membentuk karakter siswanya. Para guru yang merupakan
orangtua kedua siswa di sekolah, perlu senantiasa mengimplementasikan
nilai-nilai Pancasila yang sebenarnya. Mulai dari kebiasaan untuk berdoa setiap
kegiatan belajar mengajar, saling toleransi antar teman, menumbuhkan sikap
peduli sesama, dan tidak membeda- bedakan antara siswa satu dengan siswa lain.
Ketiga, implementasi pendidikan
Pancasila di masyarakat tentu dimulai dari sekitar lingkungan rumah. Keberagaman etnis
yang ada di masyarakat hendaknya menjadi suatu warna tersendiri bagi mereka,
sebagaimana semboyan yang dimiliki bangsa Indonesia yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”.
Walaupun negara Indonesia terdiri dari beragam suku, namun kerukunan
antarseluruh umat tetap perlu dijunjung tinggi.
Nah, mengingat barbagai fenomena
moral yang sangat krusial, dunia pendidikan baik itu pendidikan informal,
formal maupun non formal hendaknya terus menerus melakukan inovasi dan
melakukan perbaikan agar benar-benar bisa menjadi lebih optimal dalam
menjalankan fungsinya sebagai alat untuk melakukan transformasi dan menginternalisasikan
nilai-nilai moral untuk terbentuknya insan yang berkarakter.
Adalah dengan cara kembali melakukan
aktualisasi Pendidikan Pancasila di berbagai bidang, moral bangsa Indonesia
dapat kembali menuju jati dirinya. Aktualisasi tersebut akan terimplementasi
dalam sisi kognitif, afektif dan psikomotorik bangsa. Hal tersebut sangat penting
untuk diingat karena dapat menjadi parameter atau tolak ukur sampai seberapa
jauh tingkat perubahan tingkah laku seseorang, dan untuk mengetahui tingkat
ketercapaian dalam menempuh proses pendidikan. Sehingga pada akhirnya dapat benar-benar
menghasilkan output yang cerdas,
unggul, berdaya saing, bermoral dan berkarakter.
Dengan demikian, aktualisasi
pendidikan Pancasila sebagai karakter bangsa Indonesia adalah sebuah
konsekuensi logis guna semakin terciptanya sumber daya manusia yang cerdas
holistik sebagaimana tertera dalam tujuan pendidikan nasional dalam UU No 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas, yakni bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang
maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreaif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
DAFTAR
PUSTAKA
Dwi
Siswoyo, dkk. 2008. Ilmu Pendidikan.
Yogayakrta: UNY Press.
Sugihartono,
dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta:
UNY Press.
0 komentar:
Posting Komentar